Sabtu, 08 Januari 2011

Beranda » Chip Implan Bantu si Buta Melihat

Chip Implan Bantu si Buta Melihat

Para peneliti kini tengah mengembangkan semacam chip yang diimplan pada retina mata yang memungkinkan pasien buta untuk melihat secara jelas bentuk sebuah benda. Alat tersebut bisa digunakan secara rutin selama sekitar lima tahun.

Penelitian terbaru tersebut berhasil membuat seorang pria yang telah lama mengalami kebutaan dapat mengidentifikasi kembali sebuah surat dan bentuk jam menggunakan sebuah chip implan.


Miikka Terho, 46, dari Finlandia, ternyata cocok dengan chip uji coba yang ditanamkan di belakang retinanya di Jerman. Sukses yang sama juga dilaporkan dialami pada pasien lain.

Para ahli menggambarkan hasil percobaan yang fenomenal itu dan mengatakan bahwa perangkat yang dikembangkan oleh peneliti Jerman ini akhirnya bisa mengubah kehidupan sampai 200.000 orang di seluruh dunia yang menderita kebutaan karena penyakit mata degeneratif yang disebut retinitis pigmentosa.

Chip tersebut memungkinkan pasien untuk mendeteksi obyek dengan kedua matanya, tidak seperti pendekatan yang dilakukan metode lain yang menggunakan kamera eksternal. Prof Eberhart Zrenner dari University of Tuebingen, Jerman, dan koleganya dari perusahaan swasta Retina Implant AG awalnya menguji coba chip subretina tersebut pada 11 orang.

“Beberapa partisipan mengaku tidak mengalami perbaikan penglihatan karena kondisi mereka sudah terlalu parah untuk bisa ditolong oleh implan tersebut. Namun, mayoritas mengaku dapat menangkap objek yang terang,” tutur Zrenner seperti dikutip laman bbc.co.uk.

Keberhasilan alat ini terjadi pada tiga orang pasien yang ditanam chip di belakang retina, di pusat area makula, yang merupakan hasil terbaik.

Dua di antara partisipan tersebut kehilangan penglihatan karena diwarisi penyakit retinitis pigmentosa (RP), sementara lainnya karena kondisi terkait keturunan lainnya yang lazim disebut choroideraemia.

RP berawal dari proses kemunduran progresif dari sel-sel di retina mata, menghasilkan kebutaan di malam hari, penglihatan menyempit,dan biasanya langsung menjadi kebutaan permanen. Gejala- gejalanya dimulai saat masa kanak-kanak.

Zrenner mengatakan, hasil uji coba adalah ”bukti dari konsep” dan sekarang akan diambil dalam uji coba lebih lanjut pada 25 sampai 50 pasien di Eropa.

”Kami telah menunjukkan bahwa manusia dapat menyediakan alat untuk melihat yang cukup berguna bagi kehidupan sehari-hari,” terangnya.

Temuan studi ini dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of Royal Society B. Hasil terbaik memang dicapai oleh Terho, yang mampu mengenali peralatan makan dan cangkir di meja, bentuk jam, dan dapat membedakan berbagai nuansa warna abu-abu. Dia juga dapat bergerak sendiri ke sekeliling ruangan dan mendekati orang.

Pada tes lanjutan, dia dapat membaca dengan huruf besar, termasuk mengeja namanya yang sengaja dibuat salah oleh peneliti. Pengujian dilakukan sejak 7-9 hari setelah alat itu ditanamkan. Dia dengan cepat dapat menyadari bahwa namanya itu dieja dalam cara yang sama seperti mengucapkan pembalap asal Finlandia, Mika Hakkinnen.

”Tiga atau empat hari setelah penanaman chip itu, saat semuanya berangsur membaik, saya merasa seperti wow, ada aktivitas,” lanjut Terho.

”Tak lama setelah itu, jika mata saya terkena cahaya, saya mampu memandang sejumlah aktivitas yang sebelumnya tidak bisa saya lihat,” imbuh Tercho.

“Setelah itu, dari hari ke hari sejak saya memulai ini, terus berlatih, dan akhirnya penglihatan saya semakin membaik sepanjang waktu,” tutur Terho sumringah.

Tak lama kemudian Terho mampu membaca tulisan dengan melatih pikirannya untuk membawa garis komponen yang dapat mengartikan sejumlah huruf yang dirangkai bersama. Implan uji coba itu kini sudah diangkat.

Namun, Terho berjanji akan mendapatkan versi yang lebih baru secepatnya. Dia mengatakan, hal itu tentu saja membawa perbedaan dalam hidupnya.

”Yang saya sadari pada hari-hari itu adalah menyenangkan bisa fokus pada sesuatu. Meskipun dapat melihat dengan kemampuan terbatas melalui chip tersebut, hal ini bagus untuk pelajaran orientasi,” ungkap Tercho.

“(Pelajaran itu seperti) berjalan di suatu tempat atau melihat sesuatu yang belum pernah Anda lihat, meskipun tak bisa melihat secara detail,” jelas Terho.

Chipitu sendiri bekerja dengan cara mengonversi cahaya yang memasuki mata menjadi gelombang elektrik yang dimasukkan ke dalam saraf optik di belakang mata.

www.orde-baru.blogspot.com